Peace with Yourself
Tinggal hitungan hari 2022 berakhir, pelajaran
apa yang kalian petik? Mau kalian beri judul apa? Kalau melihat kilas balik,
tahun ini lebih banyak sedihnya—begitu banyak kejadian jatuh bangunnya hidup,
sekaligus memberi pelajaran.
Aku suka membaca postingan tentang wish
pada bulan yang akan berjalan, di mana semua orang menginginkan kebahagiaan dan
perihal baik datang, sama aku juga. Bedanya aku menyelipkan keinginan pada doa—semoga
lebih baik, dijauhkan dari orang-orang yang bermaksud jahat dan keluarga selalu
bahagia.
Kalau ditanya, “bulan apa yang membuat kamu
hancur?”, aku akan menjawab lantang, “November.”—bulan yang selalu dinantikan, sekaligus
menjadi bulan patah hati bagi seorang anak perempuan yang ditinggalkan untuk selama-lamanya.
Pada bulan itu, jiwa terasa mati dan raga tak berhenti mengatakan letih. Siapa
yang siap kehilangan?
Yang aku ingat pada hari itu, aku lepas kendali—tangis
dan emosi bercampur aduk menjadi satu dan meledak. Aku hampir melakukan
perbuatan bodoh, akibat akal sehat hilang. Mungkin kalau kala itu tidak dihentikan,
aku tidak lagi menulis di sini.
“Tabah dan ikhlas ya,” ucapan sekaligus pesan
yang tak henti-hentinya menjebol notifikasi handphone. Aku muak dengan
ucapan itu! Kemudian memilih untuk mensenyapkan seolah lari dari kenyataan dan
berharap bangun dari mimpi buruk. Tidak Li, ini bukan mimpi, ini nyata hanya
saja kamu belum menerima.
Hari ke-21 setelah kepergian, aku tidak bisa
menangis lagi. Lihat berapa malam yang kulalui, berapa banyak doa yang
kupanjatkan agar terbangun dari mimpi? Terdengar sangat egois dan kabar baik
hari ini, aku damai dengan diri sendiri—banyak pelajaran yang dapat kupetik di
dalamnya, bukan perihal kehilangan saja, melainkan aku dapat melihat jelas
tentunya dengan kedua mataku, bahwa sudah berapa orang yang kuabaikan demi
mereka yang tidak patut diberi perhatian.
Sudah berapa banyak orang yang kebaikannya
tulus, tapi caranya saja yang salah seolah mengundang salah pemahaman. Semesta kalau
membuka mata manusia nggak pernah nanggung-nanggung ya, segala persoalan
dikasih lihat—mana yang baik dan buruk.
Berdamai dengan diri sendiri. Terdengar mudah, sulit
dijalankan sama dengan perihal ikhlas. Yang berperan itu waktu dan diri
sendiri, kamu siap tidak menerima diri kamu yang baru? Kamu siap nggak untuk
melepaskan yang tidak seharusnya kamu genggam? Kamu siap nggak berdamai dengan
orang yang peduli, tapi salah dalam bertindak? Kamu siap nggak kehilangan orang
yang tidak pantas menerima kebaikanmu, karena mereka sefrekuensi?
Siap nggak siap, jawabannya HARUS SIAP!
Mau sampai kapan berjuang untuk orang yang tidak pantas diperjuangkan? Menerima kebaikan kita? Cukup ya melukai diri sendiri dan berdalih, “saya bahagia melihat kebahagiaan orang lain.” Kamu hanya suka melihat mereka senyum, bukan berarti kamu bahagia dengan perbuatan yang kamu berikan. Berhenti memberikan alasan dan sayangi diri sendiri.


Semua harus menjalankan hari² nya dengan siap sepenuh hati karena jika merasa tidak siap menjalani hari² ya aura negatif terus memasuki dirimu
BalasHapusTerimakasih
BalasHapusTetap semangat ... 🔥
BalasHapus